Rabu, Maret 05, 2008

Setinggi apa Empati Anda? (Bagian 2)

Secara kebetulan, salah satu kakak kami yang tinggal di Jakarta, Finny Yunita, mengirim email yang berisikan kisah tentang seekor kadal.
Kisah yang terjadi di Jepang ini jauh lebih dasyat dibandingkan cerita kucing kecil kami.
Silahkan disimak.

Jangan Pernah Mengabaikan Orang yang Anda Kasihi.
Ini sebuah kisah nyata yang terjadi di Jepang.
Ketika sedang merenovasi sebuah rumah, seseorang mencoba merontokkan tembok.
Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong di antara tembok yang terbuat dan kayu.
Ketika tembok mulai rontok dia menemukan seekor kadal terperangkap di antara ruang kosong itu karena kakinya melekat pada sebuah paku.
Dia merasa kasihan sekaligus penasaran, lalu ketika dia mengecek paku itu, ternyata paku tersebut telah ada di situ 10 tahun lalu ketika rumah itu pertama kali dibangun.

Apa yang terjadi? Bagaimana kadal itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10 tahun?
Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak sedikitpun. itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal.
Orang itu lalu berpikir bagaimana kadal itu dapat bertahan hidup selama 10 tahun tanpa berpindah dan tempatnya sejak kakinya melekat pada paku itu!
Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan kadal itu, apa yang dilakukan dan apa yang dimakannya hingga dapat bertahan.
Kemudian, tidak tahu dari mana datangnya, seekor kadal lain muncul dengan makanan di muIutnya... Astaga!

Orang itu merasa terharu melihat hal itu.
Ternyata ada seekor kadal lain yang selalu memperhatikan kadal yang terperangkap itu selama 10 tahun.
Sungguh ini sebuah cinta... cinta yang indah. Cinta dapat terjadi bahkan pada hewan yang kecil seperti dua ekor kadal itu.
Apa yang dapat dilakukan oleh cinta? Tentu saja sebuah keajaiban.
Bayangkan, kadal itu tidak pernah menyerah dan tidak pernah berhenti memperhatikan pasangannya selama 10 tahun. Bayangkan bagaimana hewan yang kecil itu dapat memiliki karunia yang begitu mengagumkan.
Saya tersentuh ketika mendengar cerita ini. Lalu saya mulai berpikir tentang hubungan yang terjalin antara keluarga, teman, saudara lelaki, dan saudara perempuan.
Saudaraku .,.. Berusahalah se mampumu untuk tetap dekat dengan orang-orang yang Anda kasihi.
JANGAN PERNAH MENGABAIKAN ORANG YANG ANDA KASIHI...!
Bagikan cerita ini kepada semua orang yang telah menyentuh hidup anda dan membuat anda bertumbuh, mengerti, dan memahami lebih dalam lagi tentang hidup. Semoga setiap orang dicintai.

Sabtu, Maret 01, 2008

Setinggi apa Empati Anda?

Apakah kita pernah mencoba untuk mengukur seberapa tinggi empati kita?
Bagaimana reaksi kita ketika menonton di TV bahwa telah terjadi bencana alam di suatu daerah?
Bagaimana reaksi kita ketika berkunjung ke Panti Asuhan, ketika menyadari bahwa mereka adalah anak-anak yatim-piatu, tidak memiliki ayah dan ibu?


Suatu ketika, Paula sedang berdoa pagi hari, ketika seekor anak kucing berwarna abu-abu/hitam datang menghampiri.
Ia menyodor-nyodorkan kepalanya ke kaki Paula.

Kami memutuskan untuk memeliharanya di rumah.
Pusy, nama anak kucing itu, bagaikan anak di panti asuhan, tidak jelas dimana induknya berada. Nampaknya ia tidak sempat menikmati betapa menyenangkannya ketika Induknya menyusuinya.

Di rumah kami, ada tiga kucing kecil yang masih menyusui, ditinggal pergi oleh induknya tanpa sebab yang jelas. Induknya menghilang begitu saja.
Pusy yang umurnya hanya sedikit lebih besar, melihat ketiga anak kucing itu menangis memanggil-manggil induknya, berharap induknya datang untuk menyusui mereka, tetapi harapan itu tidak pernah terwujud.

Setelah beberapa hari kemudian, kami dikejutkan oleh tindakan yang dilakukan Pusy kepada ketiga anak kucing tersebut.
Ia mencoba untuk menjadi induk bagi ketiga kucing itu, ia menyusui ketiganya.
Meskipun tak setetes susupun yang keluar, karena Pusy hanyalah seekor anak kucing, namun ketiga anak kucing itu nampak sangat menikmatinya.
Pusy nampak begitu pasrah membiarkan ketiga anak kucing itu mencoba untuk mendapatkan setetes susu walaupun kita tahu usaha itu tentulah sia-sia.

Satu hal yang membuat kami tercengang, ternyata Pusy memiliki empati yang begitu tinggi, setelah ia merasakan sendiri betapa sengsaranya ditinggal oleh induknya sebelum waktunya, yaitu ketika ia masih memerlukan air susu induknya.
Seolah-olah ia ikut merasakan kesusahan yang dialami ketiga kucing kucil itu, dan ia tahu apa yang mestinya ia lakukan untuk memberikan penghiburan kepada mereka.

Bagaimana dengan kita sendiri?
Sanggupkah kita melakukan yang sama seperti yang dilakukan Pusy?
Apakah harus kita akui bahwa empati kita lebih rendah dibandingkan Pusy, yang cuma seekor anak kucing?


Saat kami tulis posting ini, Pusy sudah kami titipkan di rumah Khalwat Tegaljaya, dengan harapan ia akan lebih senang tinggal disana, di rumah Tuhan.
Minggu lalu, ketika kami mengunjunginya, Pusy sangat antusias menyambut kedatangan kami, ia menjadi lebih gemuk dan nampak riang.

Tuhan,
Terimakasih Engkau telah memperkenalkan Pusy kepada kami, seekor anak kucing yang mampu mengingatkan kami untuk senantiasa meningkatkan empati.

Kamis, Januari 17, 2008

Merayakan Natal 2007 di Biara Ursulin, Surabaya.

Natal kali ini agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena kami memilih untuk merayakannya di Biara Ursulin (Santa Maria) Surabaya, di tempat kakak kami, Sr. Lidwina OSU, bertugas.

Kami berangkat pada tanggal 21 Desember 2007, yaitu saya, Erna, dan anak-anak kami (Intan, Ifa, dan Rena), dengan pesawat menuju Yogyakarta untuk menjemput Deddy, anak pertama kami. Perjalanan dengan pesawat nampaknya kurang menyenangkan bagi anak-anak dengan alasannya masing-masing.
Setelah dua malam menginap di Yogya, kami melanjutkan perjalanan menuju Surabaya dengan menumpang kereta api, langsung ke biara. Perjalanan dengan kereta api ini lebih menyenangkan bagi anak-anak dibandingkan ketika menumpang pesawat.
Sesampainya di Surabaya, kami dijemput Sr. Lidwina ditemani seorang suster lainnya.

Kami sangat menikmati dua malam bersama para suster ursulin di biara itu.
Meskipun bangunannya sudah tua, namun semuanya tertata dengan rapi, bersih, dan tentu saja luas.
Keramah-tamahan suster-suster Ursulin membuat kami semakin betah, dan sedikit sungkan karena kehadiran kami tentu saja merepotkan tuan rumah.

Ternyata kunjungan kami ke Kebun Binatang merupakan pengalaman yang menyenangkan, terlebih lagi kebun binatangnya terpelihara dengan baik, bersih, dan banyak satwa yang bisa dilihat disana.

Dari semua pengalaman yang menyenangkan itu, mengikuti Misa Natal di biara adalah yang terindah.
Betapa tidak, anak kami Intan bertugas membacakan pengantar dan juga doa umat, sedangkan anak kami lainnya, Ifa dan Rena, bertugas membawa persembahan.
Ini adalah pengalaman yang sangat mengesankan bagi mereka.
Terlebih lagi mereka menerima bingkisan yang tumpah ruah.

Kami kembali ke Bali pas pada hari Natal, dengan menyewa kendaraan travel.
Kepulangan kami ke Bali sempat membuat Sr. Lidwina sangat was-was karena TV yang memberitakan bahwa terjadi hujan dan angin kencang sehingga penyeberangan Ketapang-Gilimanuk ditutup, artinya kami tidak bisa pulang ke Bali.
Kami bersyukur ketika tiba di Ketapang ternyata penyeberangan baru saja dibuka kembali, dan kami menyeberang dengan nyaman karena ombak masih dalam batas normal, hanya angin yang bertiup kencang. Kami mengambil tempat duduk agak di tengah menghindari hembusan angin yang kencang itu, sambil mendengarkan orang menjajakan barang dagangannya dengan jenaka dan penuh humor, sehingga tidak terasa kami sudah bersandar di Gilimanuk.
Tidak lama setelah kami bersandar di Gilimanuk, penyeberangan kembali ditutup karena cuaca yang tidak lagi bersahabat.
Kami yakin ini bukan kebetulan, melainkan memang Tuhan telah memberikan kepada kami liburan yang menyenangkan dan tanpa halangan selama di perjalanan.
Terimakasih Tuhan,
Terimakasih Sr. Lidwina dan para suster di Biara Ursulin,
Terimakasih juga untuk Tante Finny dan Tante Nana yang telah membuat liburan kami menjadi lebih istimewa.

Bakti Sosial di Desa Culik, Karangasem, Bali.

Kali ini bakti sosial diadakan di desa Culik, kabupaten Karangasem, Bali, pada hari Minggu, tanggal 13 Januari 2008.

Awalnya kami telah memutuskan untuk tidak ambil bagian pada kegiatan kali ini, tapi setelah mendiskusikannya dengan Bapak Samudera Kentjana selaku Pimpinan Paguyuban Shamballa LDH Bali, akhir kami turut bergabung dengan rekan-rekan lain dari PSMTI Bali (Paguyuban Sosial Marga Tionghoa), memberikan pelayanan berupa penyembuhan alternatif menggunakan energi Shamballa.

Walaupun sangat melelahkan karena kami hanya berlima mesti meladeni sekitar 200 orang pasien yang datang, namun tetap saja rasa bahagia karena telah membantu orang lain kami rasakan setelah proses penyembuhan selesai.
Saya dan Erna, dibantu oleh Pak Tedja Wenata dan Istrinya Fang Fang, serta dibantu oleh sahabat kami Bapak Osiana, memang tidak sempat istirahat sejak dimulainya penyembuhan pada jam 11.00 sampai jam 15.30 WITA.

Banyak juga anak-anak yang tertarik untuk merasakan seperti apa sih energi Shamballa itu. Erna nampak senang bisa melayani anak-anak yang jumlah mencapai 70-an anak itu.

Turut bersama-sama kami pengobatan medis (dokter dan dokter gigi), akupuntur, dan pijat refleksi.