Kamis, Januari 17, 2008

Merayakan Natal 2007 di Biara Ursulin, Surabaya.

Natal kali ini agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena kami memilih untuk merayakannya di Biara Ursulin (Santa Maria) Surabaya, di tempat kakak kami, Sr. Lidwina OSU, bertugas.

Kami berangkat pada tanggal 21 Desember 2007, yaitu saya, Erna, dan anak-anak kami (Intan, Ifa, dan Rena), dengan pesawat menuju Yogyakarta untuk menjemput Deddy, anak pertama kami. Perjalanan dengan pesawat nampaknya kurang menyenangkan bagi anak-anak dengan alasannya masing-masing.
Setelah dua malam menginap di Yogya, kami melanjutkan perjalanan menuju Surabaya dengan menumpang kereta api, langsung ke biara. Perjalanan dengan kereta api ini lebih menyenangkan bagi anak-anak dibandingkan ketika menumpang pesawat.
Sesampainya di Surabaya, kami dijemput Sr. Lidwina ditemani seorang suster lainnya.

Kami sangat menikmati dua malam bersama para suster ursulin di biara itu.
Meskipun bangunannya sudah tua, namun semuanya tertata dengan rapi, bersih, dan tentu saja luas.
Keramah-tamahan suster-suster Ursulin membuat kami semakin betah, dan sedikit sungkan karena kehadiran kami tentu saja merepotkan tuan rumah.

Ternyata kunjungan kami ke Kebun Binatang merupakan pengalaman yang menyenangkan, terlebih lagi kebun binatangnya terpelihara dengan baik, bersih, dan banyak satwa yang bisa dilihat disana.

Dari semua pengalaman yang menyenangkan itu, mengikuti Misa Natal di biara adalah yang terindah.
Betapa tidak, anak kami Intan bertugas membacakan pengantar dan juga doa umat, sedangkan anak kami lainnya, Ifa dan Rena, bertugas membawa persembahan.
Ini adalah pengalaman yang sangat mengesankan bagi mereka.
Terlebih lagi mereka menerima bingkisan yang tumpah ruah.

Kami kembali ke Bali pas pada hari Natal, dengan menyewa kendaraan travel.
Kepulangan kami ke Bali sempat membuat Sr. Lidwina sangat was-was karena TV yang memberitakan bahwa terjadi hujan dan angin kencang sehingga penyeberangan Ketapang-Gilimanuk ditutup, artinya kami tidak bisa pulang ke Bali.
Kami bersyukur ketika tiba di Ketapang ternyata penyeberangan baru saja dibuka kembali, dan kami menyeberang dengan nyaman karena ombak masih dalam batas normal, hanya angin yang bertiup kencang. Kami mengambil tempat duduk agak di tengah menghindari hembusan angin yang kencang itu, sambil mendengarkan orang menjajakan barang dagangannya dengan jenaka dan penuh humor, sehingga tidak terasa kami sudah bersandar di Gilimanuk.
Tidak lama setelah kami bersandar di Gilimanuk, penyeberangan kembali ditutup karena cuaca yang tidak lagi bersahabat.
Kami yakin ini bukan kebetulan, melainkan memang Tuhan telah memberikan kepada kami liburan yang menyenangkan dan tanpa halangan selama di perjalanan.
Terimakasih Tuhan,
Terimakasih Sr. Lidwina dan para suster di Biara Ursulin,
Terimakasih juga untuk Tante Finny dan Tante Nana yang telah membuat liburan kami menjadi lebih istimewa.

1 komentar:

Kriswan Driyanto mengatakan...

kebersamaan dalam keluarga adalah oase kecerdasan spiritual...