Sabtu, Maret 01, 2008

Setinggi apa Empati Anda?

Apakah kita pernah mencoba untuk mengukur seberapa tinggi empati kita?
Bagaimana reaksi kita ketika menonton di TV bahwa telah terjadi bencana alam di suatu daerah?
Bagaimana reaksi kita ketika berkunjung ke Panti Asuhan, ketika menyadari bahwa mereka adalah anak-anak yatim-piatu, tidak memiliki ayah dan ibu?


Suatu ketika, Paula sedang berdoa pagi hari, ketika seekor anak kucing berwarna abu-abu/hitam datang menghampiri.
Ia menyodor-nyodorkan kepalanya ke kaki Paula.

Kami memutuskan untuk memeliharanya di rumah.
Pusy, nama anak kucing itu, bagaikan anak di panti asuhan, tidak jelas dimana induknya berada. Nampaknya ia tidak sempat menikmati betapa menyenangkannya ketika Induknya menyusuinya.

Di rumah kami, ada tiga kucing kecil yang masih menyusui, ditinggal pergi oleh induknya tanpa sebab yang jelas. Induknya menghilang begitu saja.
Pusy yang umurnya hanya sedikit lebih besar, melihat ketiga anak kucing itu menangis memanggil-manggil induknya, berharap induknya datang untuk menyusui mereka, tetapi harapan itu tidak pernah terwujud.

Setelah beberapa hari kemudian, kami dikejutkan oleh tindakan yang dilakukan Pusy kepada ketiga anak kucing tersebut.
Ia mencoba untuk menjadi induk bagi ketiga kucing itu, ia menyusui ketiganya.
Meskipun tak setetes susupun yang keluar, karena Pusy hanyalah seekor anak kucing, namun ketiga anak kucing itu nampak sangat menikmatinya.
Pusy nampak begitu pasrah membiarkan ketiga anak kucing itu mencoba untuk mendapatkan setetes susu walaupun kita tahu usaha itu tentulah sia-sia.

Satu hal yang membuat kami tercengang, ternyata Pusy memiliki empati yang begitu tinggi, setelah ia merasakan sendiri betapa sengsaranya ditinggal oleh induknya sebelum waktunya, yaitu ketika ia masih memerlukan air susu induknya.
Seolah-olah ia ikut merasakan kesusahan yang dialami ketiga kucing kucil itu, dan ia tahu apa yang mestinya ia lakukan untuk memberikan penghiburan kepada mereka.

Bagaimana dengan kita sendiri?
Sanggupkah kita melakukan yang sama seperti yang dilakukan Pusy?
Apakah harus kita akui bahwa empati kita lebih rendah dibandingkan Pusy, yang cuma seekor anak kucing?


Saat kami tulis posting ini, Pusy sudah kami titipkan di rumah Khalwat Tegaljaya, dengan harapan ia akan lebih senang tinggal disana, di rumah Tuhan.
Minggu lalu, ketika kami mengunjunginya, Pusy sangat antusias menyambut kedatangan kami, ia menjadi lebih gemuk dan nampak riang.

Tuhan,
Terimakasih Engkau telah memperkenalkan Pusy kepada kami, seekor anak kucing yang mampu mengingatkan kami untuk senantiasa meningkatkan empati.

Tidak ada komentar: